LensaSultra.com-Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak(DP3A) dan KB Provinsi Sulawesi Tenggara menggelar advokasi kebijakan layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Tahun 2025 di Kabupaten Buton Utara bertempat di Aula Hotel Sara’ea, Senin, 11 Agustus 2025.
Kegiatan tersebut di buka Kepala DP3A dan KB Provinsi Sultra, Dr. Dra. Hj. Zanuriah, M.Si dihadiri Kepala DP3A Butur, Direktur Lambu Ina, Sekretaris TP PKK Butur, Sekretaris Bappeda Butur, Perwakilan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, BPMD, Pariwisata dan Kebudayaan, RSUD, Para Camat, Lurah, Darma Wanita, BKMT, Tokoh Adat, Organisasi Sosial dan Perwakilan Pasutri.
Zanuriah dalam sambutannya menjelaskan bahwa kegiatan advokasi kebijakan layanan perlindungan perempuan dan anak dimaksudkan untuk membangun komitmen dan memperkuat jejaring koordinasi antar stakeholder dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
” Ini merupakan faktor penting dalam proses pencegahan dan penanganan kasus khususnya kekerasan dalam rumah tangga(KDRT) yang sering terjadi di lingkungan masyarakat,” jelasnya.
Mantan Kepala BKD Sultra yang juga narasumber kegiatan ini menghimbau agar menanamkan nilai-nilai karakter serta kasih sayang untuk dapat menghindari praktek-praktek kekerasan.
” Selain itu penguatan lembaga layanan pencegahan dan penanganan kasus dari semua jajaran diterapkan secara konsisten, yakni mengefektifkan Unit Pelayanan Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak(UPTD PPA) yang ada bekerja secara maksimal dalam memberikan pendampingan dan penanganan setiap penyelesaian kasus kekerasan”, tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Buton Utara, La Nita, S.Pd, M.M selaku narasumber menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak(KtPA) merupakan fenomena gunung es yang membutuhkan penanganan serius untuk melindungi perempuan dan anak serta memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya.
” Kegiatan ini ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender seperti berkurangnya kasus kekerasan, meningkatnya kualitas penanganan kasus kekerasan, dan meningkatnya kualitas layanan perlindungan khusus anak”, terangnya.
Menurutnya strategi penguatan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan perempuan dan anak yaitu pencegahan melalui edukasi dan sosialisasi, penanganan cepat dan terpadu, pemberdayaan korban untuk mandiri, dan koordonasi lintas sektor.
” Peran masyarakat dalam melindungi pemenuhan hak-hak perempuan dan anak meliputi melaporkan jika ada dugaan kekerasan, mendukung korban tidak menyalahkan, menjadi relawan perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat(PATBM), dan menjadi agen perubahan anti kekerasan”, sambungnya.
Selanjutnya, Direktur Lambu Ina, Yustina Fendrita, S Sos, M.PP, M.Si selaku narasumber praktisi kekerasan perempuan dan anak dari Kendari menjelaskan bahwa akar permasalahan KDRT sangat kompleks dan beragam yang dikategorikan menjadi faktor individu, keluarga dan sosial. Faktor-faktor ini saling berkaitan dan berkontribusi terhadap terjadinya KDRT.
” Faktor individu meliputi masalah kesehatan mental, pola asuh, dan rendahnya tingkat pendidikan dan (*) pemahaman agama”, pungkasnya.